Wednesday, March 20, 2013

Aku Anak KW1


Hari ini teman baik saya, teman dekat saya, dimana ada 1 rahasia saya yang dipegang oleh dia. Dan hari ini dia beberkan rahasia tersebut dalam acara makan siang bersama bos dan kolega saya. Pengen banget rasanya saya pencet hidungnya, jewer kupingnya, jambak rambutnya, tampar pipinya, cubit tangannya, dan tarik kakinya. But somehow thank you, karena akhirnya ini jadi inspirasi saya untuk menulis malam ini.

Jadi cerita ini terjadi sekitar tiga bulan yang lalu, Desember 2012, ketika saya mencari kacamata baru yang bisa diganti oleh kantor. Memang setiap tahun, setiap individu dapat jatah Rp. 700.000 untuk membeli kacamata. 

Dasarnya saya anaknya easy going yang gak terlalu fanatik pada brand tertentu. Jadi brand apa saja asal masuk kantong saya, ya akan saya beli, jika memang itu untuk investasi jangka panjang, seperti jam tangan. Kenapa jam tangan, itu karena memang fungsinya yang dipake sehari-hari harus mencari yang bagus, awet dan juga ada unsur fashionable-nya juga. Mungkin ada beberapa orang yang fanatik pada brand tertentu untuk sepatu, tas, kacamata, dompet, pakaian dan juga kacamata. Tapi kalau untuk barang-barang tersebut saya gak segitu fanatiknya, asal ada yang cocok dan bagus, meski gak branded juga oke aja. Atau ada yang memang beneran bagus, branded dan worth it ya juga akan saya beli (apalagi kalo diskonan, hehehe).

Nah, ceritanya adalah saya beli kacamata di akhir tahun 2012 kemarin, karena memang jatah kacamata tahun tersebut belum saya gunakan. Berdasarkan pengalaman saya dulu yang membeli kacamata original DKNY dengan harga yang lumayan menguras kantong, dan toh akhirnya kacamata melar juga dan males makai lagi. Maka saya memutuskan untuk beli yang biasa aja, atau yang biasa disebut KW1. Apalagi waktu ada bazaar saya nemu ada kacamata seharga Rp. 85.000 warna merah yang enak banget dipakai. Jadi, akhirnya pengen beli kacamata yang biasa-biasa aja, tapi tetap bagus.

Datanglah saya ke outlet kacamata di ITC Ambassador yang terkenal dengan banyak toko optik jual kacamata branded dengan harga miring. Bersama satu teman saya, fokus saya waktu itu hanya ingin menemukan kacamata bagus yang cocok dimuka saya. Udah brand-nya terserah. Akhirnya saya menemukan dua kacamata, yang satu brand Calvin Klein dan satunya lagi Christian Dior. Dilihat dari design frame dan kenyamanan, akhirnya saya jatuhkan pilihan  ke kacamata Calvin Klein. Udah saya ga ngecek apa-apa lagi. Teman saya juga sudah final kasih masukannya bahwa kacamata itu yang paling cocok dengan saya.

Keesokan harinya, datanglah saya dengan teman dekat saya ini untuk mengambil kacamata saya yang jadwalnya bisa di ambil 1 hari kemudian. Dengan senang saya ambil kacamata saya, karena yang lama memang sudah tidak nyaman. Langsung saya pake lah kacamata tersebut. Good, very good. Nothing’s wrong. Sampe akhirnya saya melewati optik yang lain, dan melihat kacamata dengan brand yang sama di branding berbeda di frame-nya. 

Tulisan di frame kacamata saya adalah “Calvin Klein”, spelling nama yang punya brand lengkap. Sedang di toko frame sebelah di frame-nya Cuma ditulis “CK”. Langsung paniklah saya, karena baru berasa ini kacamata kw1-nya kok jadi keliatan murah banget, padahal harganya juga masih lumayan standar, gak murah-murah amat. Langsung googling lah saya tentang si kacamata CK ini, dan semua hasil pencarian menunjukkan kacamata dengan branding huruf C dan K saja. 

Branding kacamata saya kurang lebih kaya gini, spelling lengkap dengan  warna putih mencolok
ini branding seharusnya, teman saya langsung ingat karena ada salah satu teman saya yang pake kacamata dengan logo yang benar ini
Dengan hebohnya saya langsung jelasin deh kondisi saya itu ke temen deket saya ini. “Ayo, anterin balik ke optik-nya, masa gini branding-nya. Seharusnya meskipun kw1 branding-nya sama dong. Ayok anterin, mungkin masih bisa diganti dengan kacamata yang lain”.
“Emang kenapa sih Sof? Toh sama aja kok, emang mungkin gitu branding-nya”, dengan santainya kawan saya ini menanggapi. “Oh no, kamu harus lihat ini”, langsung saya tunjukkanlah hasil googling saya. Dan sontak teman saya langsung ngakak abis. “Oh jadi kamu itu takut kalau ketauan itu kacamata kw1 thoh, hahahaha”. Ih dasar teman saya polos abis.

Tanpa banyak cing cong lagi, langsung saya seret teman saya ke optik tempat saya beli. Eh setelah komplain, mas-mas-nya cuma bilang “yah namanya juga kw mbak, kalo di hilangin udah ga bisa, kan permanen, nanti malah ngerusak frame-nya. Lagian mungkin branding-nya memang nama panjang mbak, ada 2 jenis branding-nya mbak, satu CK dan satu lagi Calvin Klein lengkap gini”.

Geram sekali saya denger penjelasan si mas-mas optik, mana ada brand internasional punya dua bentuk branding/logo. Tapi di sisi lain saya juga gak nyalahin dia, salah saya sendiri ga teliti beli-nya. Cuma asal pake, cocok, nyaman langsung ambil. Tapi kalo dipikir juga bukan salah saya juga sih, kan anaknya easy going, gak gila brand. Asal pas dan cocok ya langsung ambil, hehe.

Tapi tetap aja saya ngedumel, “pokoknya saya gak mau tahu, saya mau brand-nya dihilangin atau ditutupin pake apa aja”, pesen saya ke mas optik. Maksud hati biar malu-nya ga dobel kalo ketauan pakai yang kw1. Akhirnya brand nama panjang berwarna putih itu seperti diberi spidol permanen warna hitam sehingga sewarna dengan frame-nya dan ga kelihatan mencolok lagi.  

Part ini nih yang bikin teman saya ngakak banget. “Eh itu kan lagian gak ada yang tahu lagi, aku aja gak tahu apa bedanya tadi, kalo gak kamu kasih tahu”, komen teman saya. “Iya itu kan kamu, tapi buat teman-teman kita lain yang awareness per-brand-an tinggi pasti langsung tahu kalo ini kw”, timpal saya dengan hati masih gelisah.

Akhirnya dengan berat hati, tetap saya pake kacamata-nya. Emang cocok dan bagus dipake. Sesudah brand-nya gak kinclong lagi, saya tambahin tutupin juga dengan beberapa helai rambut, biar orang ga bisa baca.

Dan sampai sekarang pun sudah 3 bulan lebih kacamata-nya masih aman dan nyaman dipakai.
Jadi gak ada masalah sih dengan barang kw1, dan juga gak perlu malu juga. Toh yang penting fungsi dan kegunaannya sesuai.

Jadilah hari ini saya sebagai anak kw1. Terima kasih buat teman baik saya yang sudah kasih inspirasi buat saya nulis ini dan jadi diri sendiri :)

Tuesday, March 19, 2013

AKU CINTA INDONESIA! part 2



Source: http://www.enchantedlearning.com/asia/indonesia/

Kemarin saya dihadapkan pada suatu kejadian lagi yang membuat saya bangga menjadi anak Indonesia. Fakta yang membuka mata saya bahwa negara dimana saya tinggal ini adalah sebuah negara yang besar. 

Saya bekerja di multinational FMCG yang beroperasi hampir di seluruh negara-negara di 5 benua (ini agak sedih sih, karena jadi antek-antek bule :(. Tidak jarang kami menerima kunjungan dari headquarter atau negara lain yang ingin mempelajari fenomena pasar Indonesia yang sedang growing dan memiliki potensi sangat besar (ini juga suatu kebanggaan yang lain, semua yang besar-besar ada di Indonesia :). CEO Global dari headquarter pun pernah datang tahun lalu, dimana visitnya pun heboh sekali persiapannya. Kami sebut visit tersebut adalah VVIP visit dimana semua hal harus  disempurnakan, tanpa cacat, jadi harus make up dan touch up dimana-mana. Hingga hari ini, tanggal 18 Maret tibalah kunjungan dari negara tetangga kita, Malaysia.

Sekilas tentang pekerjaan yang saya lakukan di multinational FMCG ini adalah sebagai Key Account Manager (KAM) untuk manage key customers (retailers, seperti Indomaret, Alfamart, Hypermart, Carrefour, dsb). KAM adalah bagian dari departemen sales. Dimana dalam sales pun akan dibagi menjadi dua bagian lagi, yaitu traditional trade dan modern trade. Traditional trade tentunya adalah penjualan pada pasar-pasar tradisional, toko-toko kelontong, atau juga alternative channel, seperti warung rokok, rombong, kantin sekolah, kantin kampus, kantor dan lain sebagainya. Sedang modern trade adalah lawan dari tradisional trade, dimana peristiwa pembelian terjadi dengan sistem yang teratur dan di tempat yang modern, seperti mall. Selain itu bisa juga dilihat dari luas outlet, seperti hypermarket (paling luas, ±2500 m2), supermarket (terluas kedua setelah hypermarket) dan minimarket. Sehingga menjadi seorang KAM secara umum tugas-nya adalah untuk menjaga relationship dengan para retailers sebagai pelaku modern trade dan juga kejar target sales tentunya.
 
Nah, si visitor dari Malaysia ini datanglah ke Indonesia untuk belajar tentang pe-minimarket-an di Indonesia. Visitornya ada 2 orang, 1 orang adalah Customer Bussiness Manager di FMCG tempat saya bekerja cabang Malaysia. Sedang 1 orang lagi adalah General Manager IT system dari salah satu minimarket Malaysia.

Awalnya sih saya pikir, wah ada orang Malaysia nih kesini buat apa ya? Seharusnya sih kalo dilihat dari kemajuan ekonomi, mereka sudah jauh lebih baik dilihat dari pembangunan negara Malaysia yang super cepat. Namun, jika dibandingkan dengan volume, apple to apple antara Malaysia dengan Indonesia ya tidak akan ketemu karena size kita sangat besar, mulai dari luas wilayah negara hingga populasi penduduknya.

Jadi, sebagai KAM salah satu minimarket ini, saya menemani mereka visit ke Alfamart. Mereka mengungkapkan kekaguman tentang kesuksesan Alfamart yang berhasil untuk me-maintain bisnis mereka dengan mengelola ±  7.300 toko hingga hari ini. Sementara jumlah toko paling besar yang dimiliki oleh minimarket Malaysia ini baru 420 toko, dan ini adalah minimarket nomor satu di Malaysia. Weleh kok dikit yaa..tapi ya memang dari segi jumlah penduduk segitu cukup seharusnya buat Malaysia. Itu baru dari Alfamart lhoh, belum minimarket satu-nya lagi, yaitu Indomaret yang jumlah tokonya sedikit lebih banyak dari Alfamart, ± 7.700 toko. 

Waaahh kalo digabung jumlah toko kita sudah ± 15.000 dan bangganya dua-duanya pemiliknya dan juga pengelola-nya adalah orang Indonesia. Rasanya bangga banget…kita memang terlihat sangat digdaya. Perasaan bangga dan cinta terus bersemi untuk bangsa yang besar ini. Sampe-sampe ketika salah satu visitor bilang begini “have you come to Malaysia? You should come to Kuala Lumpur. It’s very nice city”. Eh dasarnya saya yang sering sebel sama Malaysia langsung jawab “eh..oh yah? I think I’m going around Indonesia first. We have a very large country with beautiful beach everywhere ;-)”. Hahahaha ngacoo abis, dasarnya ga mau ngalah mereka muji-muji si Malaysia  terus.

Seharian saya menemani mereka visit, ke head office Alfamart untuk bertemu langsung dengan orang Alfamart dan juga menengok daily operation Alfamart. Kemudian saya ajak mereka keliling ke Carrefour dan Lottemart. Mereka juga amaze sama buying power orang Jakarta, dimana emang banyak banget mall dan juga semua produk yang mahal-mahal pun tetep aja laku di jual di Indonesia. Ini juga bisa dibanggain sii, orang Indonesia udah mulai kaya-kaya.

Jadi, kalo dilihat dari size, sebenarnya nih ya kita bisa banget lebih lebih dan lebih besar dari Malaysia. Lihat aja dari luas wilayah, Indonesia mempunyai luas 1.990.250 km2 (negara terbesar peringkat 13), dan Malaysia luasnya 329.750 km2 dengan urutan negara terbesar ke-66 (sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_negara_menurut_luas_wilayah). Secara sumber alam seharusnya kita bisa banget besar dan mensejahterakan masyarakat, tentunya dengan pengelolaan yang tepat dan juga orang yang tepat. Duh kalo gini saya jadi pengen jadi Presiden lagi, gemes liat Pemerintah yang sepertinya susah sekali untuk memajukan bangsa. Setidaknya jadilah negara mandiri yang bisa menaungi rakyat kecil di seluruh penjuru Indonesia. Membimbing setiap penduduk agar dapat memanfaatkan kekayaan alam untuk kesejahteraan, sehingga tidak perlu pergi bekerja ke negeri jiran tersebut :(

Jika digali lebih dalam lagi, masih banyak kelebihan negara kita dibanding dengan Malaysia, dari segi wilayah, penduduk, ekonomi, sumber daya alam, bahkan wisata. Part yang terakhir ini adalah yang paling menarik, karena banyak orang yang bangga dengan foto background menara Petronas. Well hey people, come on we’re big than only those Petronas Tower. Lets promote our country more, we have much much much beautiful place to go. Start from Sabang, Weh Island to Raja Ampat, Papua. Coba deh browsing setiap sudut Indonesia itu cantiiik…beauuutiful! Memang mungkin agak mahal untuk keliling, jadi banyak-banyak nabung yaa :)

Karena menjadi Presiden kemungkinannya sangat kecil, jadi setidaknya kita bisa berbuat sedikit-sedikit untuk kemajuan bangsa ini. Entah dengan promosi wisata Indonesia kecil-kecilan ke teman-teman, buang sampah pada tempatnya, hemat air, ga usah demo-demo gak jelas, ga usah korupsi juga, semua yang lurus dan halal-halal saja. Dengan sedikitnya kita, dimulai dari kita, dan mempengaruhi teman-teman kita saja, semoga bisa berdampak besar nantinya.

Atau jika memang sangat apatis dan ga mau ngapa-ngapain setidaknya berdoa demi kemajuan bangsa ini. INDONESIA IS BIG! VERY BIG!

Kita patut bangga dan cinta INDONESIA.

Semoga kedepannya Pemerintah dapat bekerja lebih keras dan maksimal lagi demi kemajuan bangsa Indonesia. Amin.

Sunday, March 17, 2013

AKU CINTA INDONESIA!

Photo by: http://the-marketeers.com/archives/the-world-is-shaking-indonesia-is-standing.html

Saya pergi ke pulau Sabang, pada tanggal 8 Maret 2013 yang lalu. Antusiasme level saya mencapai 100% dikarenakan ini adalah kesempatan pertama saya untuk bepergian keluar dari pulau Jawa. Berdebar-debar saya ingin menghirup udara Sumatera. Well, lucky me ada teman saya yang mempunyai interest yang sama, sehingga saya tidak perlu kesana seorang diri. 

Saya berada di kota Sabang selama 2 malam 3 hari. Keindahan pulau Weh membuat saya jatuh cinta. Tidak hanya itu, mendatangi Tugu 0 km Indonesia, membuat semangat saya membuncah sebagai warga negara Indonesia. Apalagi menyaksikan banyak sekali bendera Merah Putih dikibarkan oleh warga sekitar. Hati saya selalu bergetar ketika melihat bagaimana warga di Sabang mengingat bumi pertiwi Indonesia, meskipun jauh dari hingar bingar Pemerintahan di ibukota. 

Disinilah saya merasa malu sebagai warga negara yang seringkali pesimis dengan negara Indonesia, padahal saya hidup di Jawa, dimana kemajuan dan pembangunan sangat massive. Mau ngapa-ngapain gampang, fasilitas lengkap, apalagi sekarang saya bekerja di Jakarta, dimana semuanya serba ada dan mudah. Sementara, orang-orang di Sabang yang untuk mendapatkan full pasokan listrik saja susah (sering terjadi pemadaman listrik), pasokan makanan juga susah (banyaknya popmie), transportasi untuk mengangkut makanan mahal, mereka tetap bangga dan cinta Indonesia. Disinilah saya trenyuh dan kembali memikirkan apakah arti nasionalisme yang sesungguhnya. 

Saya jadi cinta Indonesia. Saya bangga menjadi warga negara Indonesia. Kekayaan alam dan juga penduduk yang luar biasa membuat saya kembali mencintai negeri ini. Bukan berarti sebelumnya saya tidak cinta, hanya saja kadarnya tidak sebesar setelah saya mengunjungi Sabang.

Setelah 3 hari di Sabang, saya bertolak menuju kota Banda Aceh dan langsung terbang kembali ke Medan. Lucky me again, di Medan saya berkesempatan untuk mengunjungi pulau Samosir ditengah-tengah Danau Toba. Waahh setelah mengunjungi Danau Toba semakin jatuh cintalah saya ke pulau Sumatera. Sampai pengen punya  suami orang Batak, biar nama belakang saya keren, seperti Situmorang, Sianturi, Butar Butar, Harahap dan lain sebagainya. hehe

Dan puncak brainstorming konsep nasionalisme ini adalah ketika saya bertemu dengan seorang teman yang berasal dari Siantar di atas pesawat yang  akan membawa kami kembali ke Jakarta. Awalnya saya memang tidak bisa duduk tenang dikarenakan AC-nya memang dingin sekali. Bolak balik saya berdiri untuk mengecek AC mana yang di arahkan ke saya, karena AC di atas kursi saya sudah mati.

Si abang Siantar yang saya temui dipesawat ini perawakan berandal sekali memang, semacam anak nakal yang tidak suka mikir.
Eh ternyata ungkapan “don’t judge the book by its cover” memang terbukti. Karena dari abang inilah konsep Nasionalisme menjadi topik berat yang menguras energi otak saya untuk berpikir.
Setelah ba bi bu basa basi layaknya berbicara dengan strangers on the plane, saya bertanyalah apa dia berasal dari Medan. Di jawablah bahwa dia berasal dari Siantar. Otak saya langsung tertuju pada perjalanan ke Danau Toba yang melewati Siantar dan juga pemandangan kota bersih yang damai dan sejuk. Akhirnya nyerocoslah saya bahwa ini adalah perjalanan pertama saya ke Sumatera, ke titik 0 km Indonesia dan sampai  pada pernyataan “saya cinta Indonesia” dan  semangat nasionalisme saya bangkit kembali.

Tak disangka ditanggapilah pernyataan saya tersebut dengan pertanyaan kembali “emang nasionalisme itu apa? Yang kaya gimana sih?”. Jujur hati saya memang nasionalisme yang saya miliki sekarang adalah pada  tahap “AKU CINTA”, “AKU BANGGA JADI ANAK INDONESIA”.
Dengan santainya si abang bilang, “kenapa si Indonesia ini ga bisa kelola negara-nya sendiri?, kenapa banyak kali  perusahaan asing yang menguasai Indonesia. Kaya sumber minyak nih ya, untuk ekplorasi dan research mencari sumber minyak itu biayanya bisa sampai dengan 5 trilyun rupiah. Itupun kalo sumbernya ditemukan dan bisa digunakan. Sekarang mana ada orang Indonesia yang mau ambil resiko untuk invest kaya gitu. Eh ini malah ada duit negara 2.5 trilyun  yang dikorupsi sama menteri-menteri. Apalah mau-nya negeri ini. Tak seperti orang luar yang mau berkorban dan ambil resiko”.
 
Waduh si abang nyerocos panjang lebar gitu saya langsung terdiam. Mikir banget. 

Kemudian saya bertanyalah dengan nada Medan yang saya pelajari selama 5 hari disana “memang kau kerja dimana bang? ke Jakarta mau kerja bang?”
“Oh aku memang bekerja di Arab, di salah satu perusahaan minyak.  Ga besar, perusahaan minyak kecil aja. Aku pusing di negeri ini. Pusing liat pemberitaan media korupsi dimana-mana yang ga henti-henti. Mending aku pergi sajalah daripada stress disini. Andai bangsa kita mandiri. Mau ngurus visa ini ke Jakarta”.

Walah, kalau begitu mah kaburlah ini ceritanya si abang. Namun alasannya pun juga tak bisa di salahkan.

“kau lihatlah itu ya, banyak kali perusahaan-perusahaan asing yang masuk ke Indonesia. Coba lah itu semua kita kelola sendiri, pasti majulah bangsa kita. Kaya research minyak ini, seharusnya semuanya orang Indonesia yang menguasai. Gitulah maksudku dengan nasionalisme. Gak cuma ngomong saja, tapi perbaikilah, miliki sendiri ini  negri kita”.

Semakin dalamlah otakku berpikir. Benar kali lah ini abang punya pemikiran. Waktu si abang ngomong konsep nasionalisme dia ini, saya langsung pengen jadi PRESIDEN! Biar ga ada lagi yang korupsi, uang negara sebanyak-banyaknya buat kepentingan rakyat. Tapi yaahh itu semua memang sulit sekali adanya. Politik, power, kekuasaan sudah sangat kompleks. Apalah dan siapalah saya.

Benar-benar ga nyangka si abang yang sangar muka berandal ini, ternyata mikirnya serius banget.
Akhirnya, setelah otak berputar-putar diskusi dengan si abang  ini, saya berdamai lah dengan otak saya dan kemungkinan2 saya menjadi pemimpin negeri ini, dimana sangat kecil kemungkinannya.

Saya bilang, “nasionalismeku mungkin memang tidak seberat yang kau pikir bang, tapi setidaknya aku CINTA dan BANGGA dengan negeriku. Aku akan mulai perubahan dari diriku sendiri. Seperti travelling keliling Indonesia dan akan mempromosikannya ke teman-teman bahwa Indonesia keindahan alamnya ga kalah kok dari negara lain. Apalah artinya jalan-jalan liat gedung-gedung, taman-taman di negara tetangga  kalo kita punya laut, gunung, langit yang tak kalah indah dari  mereka”. 
"Bolehlah kau capek dan kecewa dengan negerimu hingga harus pergi ke Arab, tapi tetap cinta Indonesia ya Bang”

2 jam Medan-Jakarta pun tidak terasa dengan diskusi abang-abang Siantar ini. Berkawan lah kami kemudian. Dan ini juga bagian dari cinta Indonesia, berkawan dengan seluruh anak negeri. Horreyy..

Inilah aku yang cinta negeriku, INDONESIA!